SEHAT JASMANI DAN ROHANI DENGAN PUASA
Oleh: Drs.M.Munzir, M H I
Kita semua sudah memaklumi bahwa tujuan Allah menciptakan kita semua, manusia adalah untuk beribadah kepadaNya, bukan karena Allah diuntungkan dengan ibadah tersebut. Dia Mahakaya, tidak memerlukan apa pun dari kita meskipun itu ibadah dan ketaatan, akan tetapi kewajiban ibadah tersebut adalah demi kemaslahatan dan kebaikan diri kita sendiri. Kitalah sebenarnya yang memerlukannya, karena jika tidak, maka apa yang membedakan kita dengan hewan? Ini harus diyakini oleh setiap Muslim, karena dengan keyakinan yang demikian, dia akan terlecut untuk taat dan beribadah, karena dia sendirilah yang akan menikmati buahnya hari ini atau esok.
Ini juga berarti bahwa tidak ada ibadah apa pun yang diperin-tahkan atau dianjurkan oleh Allah kecuali ia menyimpan kebaikan-kebaikan dan kemaslahatan-kemaslahatan. Ini pasti, baik kemaslahatan tersebut bersifat murni maupun bersifat dominan. Hal ini kita ketahui karena peletak syariat tidak hanya sekali atau dua kali menjelaskannya, baik secara global ataupun detail ditambah daya pikir dan nalar yang merupakan kemampuan kita sebagai manusia, kalaupun misalnya peletak syariat tidak menjelaskan sementara daya pikir dan nalar kita tidak mampu menangkap, tidak berarti bahwa ia kosong dari kemaslahatan sama sekali, ia tetap mengandung kemaslahatan, hanya saja daya pikir dan nalar kita terbatas untuk dapat menangkapnya, karena dasar kita sebagai manusia memang penuh dengan keterbatasan.
Salah satu ibadah yang sarat dengan kebaikan dan kemasla-hatan adalah shaum (puasa). Kemaslahatan puasa ini tidak terbatas pada tempat dan waktu, ia menembus segala masa. Karenanya, hikmah Allah menuntut diberlakukannya puasa kepada semua umat, umat ini dan umat-umat sebelumnya. Firman Allah Ta’ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 183).
Ya, ketakwaan yang merupakan target dari puasa adalah induk dari segala bentuk kebaikan. Pertanyaannya, kebaikan-kebaikan apakah yang mungkin diraih dengan puasa di mana targetnya adalah takwa?
Pertama : Keikhlasan
Puasa mendidik keikhlasan, kebersihan, dan ketulusan niat beribadah. Ini sangat penting, karena ia merupakan salah satu syarat diterimanya ibadah oleh Allah Ta'ala . Karena puasa adalah menahan, meninggalkan, dan tidak melakukan sesuatu, maka salah satu cirinya adalah kerahasiaan. Kita tidak mengetahui, si ini puasa atau tidak, kalau yang bersangkutan tidak berbicara. Ibadah rahasia lebih dekat kepada keikhlasan, oleh karena itu dalam hadits qudsi Allah berfirman :
يَـتْـْر ُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ. اَلصِّيَامُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ.
"Dia meninggalkan makannya, minumnya, dan nafsunya demi Aku. Puasa itu untukKu dan Aku yang akan membalasnya." (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 871).
Kedua : Muraqabah
Puasa mendidik sikap merasa diawasi dan dilihat oleh Allah. Karena puasa bersifat rahasia, maka mungkin saja seseorang menyendiri di tempat sepi lalu dia makan atau minum tanpa seorang pun mengawasi dan mengetahui, akan tetapi hal itu tidak dilakukannya, karena puasa mendidiknya bahwa Allah mengawasi dan melihatnya. Dari sinilah, maka satu hadits Nabi berkata :
اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ
"Puasa itu adalah perisai." (HR. al-Bukhari dan Muslim,).
Perisai dari dosa-dosa, karena apabila terbetik suatu dosa di benak pelaku puasa, maka dia menyadari bahwa dia berpuasa dan ada yang mengawasi. Inilah derajat ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam ketika menjawab pertanyaan Jibril :
أَنْ تَعْبُدَ الله كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
"Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, kalaupun kamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Kenyataan membuktikan bahwa kuantitas dosa dan kemaksiatan menurun tajam di masa puasa, hal ini tidak lain karena dampak positif dari puasa.
Ketiga : Kesabaran
Puasa mendidik kesabaran dan menahan diri. Sesuatu yang disukai oleh jiwa untuk dihindari, maka hal itu cukup memberatkan, walaupun untuk sementara waktu, akan tetapi demi tujuannya yang mulia, hal itu kita lakukan. Dengan meninggalkan perkara-perkara yang pada dasarnya dibolehkan, kita dididik meninggalkan perkara-perkara yang tidak dibolehkan, maka beruntunglah pelaku puasa yang memahami hal ini dan merealisasikannya dalam hidupnya, sehingga puasanya tidak seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan puasanya dari makan dan minum." (HR. al-Bukhari )
Puasa memiliki pengaruh besar dalam mengontrol emosi sese-orang, seperti yang sudah kita sadari bersama, bahwa emosi yang tidak terkontrol, sering menjadi biang persoalan yang menyulitkan, maka dari itu Nabi menganjurkan pelaku puasa agar tidak meladeni orang yang mencela dan mencacinya. Sabda Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam :
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
"Apabila di hari salah seorang kalian berpuasa, maka janganlah dia berkata kotor dan gaduh, jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaknya dia berkata, 'Aku sedang berpuasa." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Puasa juga memiliki pengaruh yang luar biasa dalam mengontrol nafsu seseorang, oleh karena itu Nabi menyarankan para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa, supaya tidak diperbudak oleh nafsu yang menjerumuskannya ke dalam perkara haram.
"Suatu ketika kami bersama Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam lalu beliau bersabda : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, maka hendaknya dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya “. (HR. al-Bukhari dan Muslim.)
Keempat : Kedermawanan
Puasa mengajarkan kedermawanan. Rasa lapar dan haus mengingatkan pelaku puasa terhadap saudara-saudaranya yang selalu lapar, karena memang tidak mempunyai apa yang cukup untuk dimakan. Dalam kondisi tersebut, apabila dia mempunyai kelebihan rizki, niscaya dia akan menyalurkannya kepada yang membutuhkan. Di sinilah muncul empati sosial terhadap penderitaan lapar yang dirasakan sebagian orang lalu diikuti dengan tindakan nyata. Inilah salah satu bentuk keteladanan yang ditunjukkan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam
Dari Ibnu Abbas radiyallahu 'anhu, ia berkata :
كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ
"Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan di Bulan Ramadhan pada saat Jibril menemui beliau, Jibril menemui Nabi setiap malam pada Bulan Ramadhan lalu membacakan al-Qur`an kepada beliau. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam benar-benar lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus'." (HR. Al-Bukhari Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 6)
Selain puasa mendidik empat perkara di atas kepada pelakunya, ia juga memberikan kebahagiaan kepadanya, tidak tanggung-tanggung kebahagiaan ini diraih pada saat di mana ia benar-benar dibutuhkan.
Pertama : Kebahagiaan terhadap puasa sebagai kaffarat (pelebur) dosa-dosa. Hal ini seperti dalam kaffarat zhihar, membunuh karena salah, melanggar sumpah, begitu pula dalam haji; haji tamattu' atau qiran yang tidak mampu menyembelih hadyu, dia berpuasa, muhrim (orang yang sedang berihram) yang membunuh binatang buruan atau mencukur rambut sebelum waktunya, salah satu kaffaratnya adalah puasa.
Dosa menyebabkan kecemasan dan ketakutan karena akibatnya yang buruk, manakala disediakan peleburnya, berarti kecemasan tersebut akan teratasi, pelakunya pun tenang dan berbahagia, sama halnya dengan peminum racun yang membahayakan, ketika penawarnya ditemukan, dia akan senang sekali. Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ.
"Fitnah (pelanggaran) seseorang kepada keluarga, harta, anak, dan tetangganya dilebur dengan shalat, puasa dan sedekah." (HR. al-Bukhari al-Bukhari, no. 310).
Kedua : Kebahagiaan terhadap puasa sebagai pemberi syafa'at. Ini terjadi di Hari Kiamat di mana segala hubungan di antara manusia terputus, tidak ada bantuan dan pertolongan, padahal ia sangat dibutuhkan. Dalam kondisi tersebut, puasa hadir sebagai pemberi syafa'at. Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ. وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ.
"Puasa dan al-Qur`an akan memberi syafa'at kepada seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, 'Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa'at kepadanya.' Al-Qur`an berkata, 'Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa'at kepadanya”. (HR. Ahmad no. ")
Ketiga : Kebahagiaan di saat berbuka, lebih dari itu adalah kebahagiaan terhadap puasa yang dengannya seorang Muslim bertemu Allah. Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْـَرحُهُمَا، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.
"Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan yang dinikmatinya. Apabila dia berbuka puasa dia berbahagia dan apabila dia bertemu Rabb-nya, dia berbahagia dengan puasanya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim.)
Keempat : Kebahagiaan terhadap puasa sebagai pengantar ke Surga dan pelindung dari Neraka. Lebih dari itu disediakan pintu khusus di Surga yang bernama Rayyan, hanya orang-orang yang berpuasalah yang dipanggil darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar