CARI

HOME

Selasa, 14 Agustus 2012

Matematika Puasa Ramadhan

MATEMATIKA PUASA RAMADHAN Oleh : Drs.H.M.Munzir, MHI Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi umat Islam. Bulan Ramadhan merupakan penghulu bulan-bulan (sayyidu as-syuhur) dalam kalender Qamariah (Hijriyah). Pada bulan Ramadhan, al-Qur’an pertama kali diturunkan dan pada bulan ini juga umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa. Ibadah puasa merupakan rukun Islam yang keempat, dan wajib dilakukan oleh orang mukmin sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Pada tulisan ini tidak akan dibicarakan mengenai definisi dan tata cara berpuasa, tetapi menjelaskan puasa berkaitan dengan matematika. Kata “puasa” merupakan terjemahan dari kata “shaum“. Shaum merupakan bentuk tunggal (mufrad/single), yang bentuk jamaknya adalah Shiam. Jika mengkaji kitab suci al-Qur’an mengenai puasa ini, maka akan ditemui bahwa kata “shaum” disebutkan sebanyak 1 kali (yaitu pada QS 19:26), فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (٢٦) Surat, Maryam 19 26. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". sedangkan kata “shiam” disebutkan sebanyak 9 kali, (yaitu pada QS 2:183, 187 (2 kali), 196 (2 kali); QS 4:92; QS 5:89, 95; dan QS 58:4). Jika lebih dalam mengkaji makna “shaum”, akan ditemui bahwa “shaum” merupakan puasa khusus, yang dalam QS 19:26 merupakan puasa berbicara. Untuk ibadah puasa di bulan Ramadhan, al-Qur’an menggunakan kata “shiam” yang disebutkan sebanyak 9 kali. Mengapa 9 kali? Jawaban paling mudah untuk pertanyaan ini adalah karena bulan Ramadhan merupakan bulan ke-9 dalam kalender Qamariah (Hijriyah). Jadi, jumlah penyebutan kata “shiam” mengarah pada bulan diwajibkannya ibadah shiam tersebut. Apakah ini kebetulan? Ini bukanlah kebetulan, karena al-Qur’an bukanlah kitab kebetulan. Semua isi al-Qur’an adalah haqq dan mempunyai tujuan tertentu. Pada sistem bilangan desimal, sebenarnya hanya terdapat sepuluh macam lambang bilangan, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Bilangan-bilangan tersebut akan membentuk siklus, yaitu setelah 9 akan kembali lagi ke 0. Jika hal ini dibuat analogi (untuk mengambil hikmah) berkaitkan dengan bulan Ramadhan yang merupakan bulan ke-9, akan didapatkan dua kesan. Kesan pertama, 9 merupakan bilangan terbesar yang sesuai dengan posisi bulan Ramadhan sebagai penghulu bulan-bulan (sayyidu as-syuhur). Kesan kedua, setelah 9 maka siklus akan kembali pada 0. Hal ini sangat sesuai dengan pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Ibadah puasa Ramadhan diharapkan dapat mengembalikan umat Islam pada posisi nol, yaitu posisi fitrah. Setelah umat Islam sudah carut marut dengan berbagai salah dan dosa, maka puasa Ramadhan merupakan momen untuk mengembalikan dirinya kepada kesucian (‘aid al-fitrih), kembali pada posisi 0. Kata “shiam” yang khusus membahas puasa Ramadhan, hanya dijelaskan pada surat QS 2 ayat 183 dan 187. Semuanya menggunakan kata “al-Shiam” yang berbeda dengan di ayat-ayat yang lain yang menggunakan kata “Shiam”, “Fashiam” atau “Shiama”. Jika digit-digit pada ketiga bilangan tersebut dijumlahkan akan diperoleh 2 + 1 + 8 + 3 + 1 + 8 + 7 = 30. Apa yang terbayang dengan bilangan 30? Bilangan 30 ini seakan mengingatkan pada banyak hari, yaitu 30 hari atau 1 bulan. Meskipun satu bulan tidak selalu 30 hari, tetapi secara umum satu bulan dianggap 30 hari. Kesan yang diperoleh berkaitan bilangan 30 tersebut adalah seakan sudah ditegaskan bahwa puasa Ramadhan adalah satu bulan penuh. Tidak dibenarkan puasa hari pertama saja dan hari terakhir saja (puasa bedug), dan tidak dibenarkan juga puasa selang-seling, sehari puasa sehari berikutnya tidak (puasa bolong). Puasa Ramadhan adalah puasa satu bulan penuh atau utuh. Berkaitan dengan puasa Ramadhan, nabi Muhammad saw pernah bersabda bahwa “barang siapa berpuasa Ramadhan lalu dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seolah-olah sudah berpuasa setahun penuh”. Bagaimana dapat terjadi, 1 bulan ditambah 6 hari sama dengan 1 tahun? Hadits ini dapat dijelaskan secara matematik. Dalam al-Qur’an surat al-An’aam ayat 160 telah disebutkan bahwa “barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”. Berdasarkan ayat ini maka diperoleh bahwa 1 bulan akan sama dengan 10 bulan (dikalikan 10) dan 6 hari akan sama dengan 60 hari atau 2 bulan (juga dikalikan 10). Hasil akhir akan diperoleh, 10 bulan ditambah 2 bulan akan sama dengan 12 bulan atau 1 tahun. Penjelasakan matematik ini memang terlalu sederhana, karena menggunakan standar minimal (10 kali) dan menyamakan puasa Ramadhan dengan puasa Syawal. Pahala puasa Ramadhan hanya Allah swt yang tahu. Allah swt berfirman dalam hadits qudsi bahwa “puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang membalasnya”. Selain itu, nabi Muhammad saw bersabda bahwa “Allah menetapkan pahala antara 10 sampai 700 kali, tetapi tidak untuk pahala puasa Ramadhan”. Mengakhiri tulisan ini, penulis berharap semoga kita semua dapat mengisi bulan Ramadhan ini dengan ibadah yang ikhlas, karena Allah swt semata. Semoga kita dapat melaksanakan puasa Ramadhan ini dengan baik dan penuh, yang dapat mengantarkan kita pada posisi nol atau posisi fitrah. Harapan terkahir, semoga kita mampu melaksanakan puasa Ramadhan dan mampu melanjutkannya dengan enam hari puasa di bulan Syawal.

Khutbah Idul Fitri 1433 H/2012

IDUL FITRI 1433 H/2012 IDUL FITRI 1433 H/2012 اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهَ اَكْبَرُ اَللهَ اَكْبرُ. اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْيرًا وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَئِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَ صِيْلاً لاَ اِ لَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَِللهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ اْلأَ عْـيَادَ بـاِِِِِِِِِِِِِِِِْلأَ فْرَاحِ وَالسُّرُوْرِوَضَاعَـفَ لِلْـمُـطِـعِــيْنَ جَزِيـْلَ اْلأُجُوْرِ.وَكــَمَلَ الضِّيـَافـَةَ فِى يـَوْمِ اْلـعـِيْدِ لـِعـُمُـوْمِ اْلـمـُؤْمـِنـِـيْنَ بــِسَـعْـيــِهِمُ اْلـمَشْكُوْرِ.فـَسُبْحَانَ مـَنْ حَرَّمَ صَوْمَهُ وَأَوْجَبَ فـِطْرَ هُ وََحَـذَّرَ فِـيـْهِ مِنَ اْلـغُرُوْر.أشْهَدُ اَنْ لاَ اِ لَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَه ُا العَـفُّـوُّ اْلغـَفُوْرُ.وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّـدَ ناَ مـُحَمدًا عَبْدُ هُ وَرَسُوْ لُهُ اْلـحَبِـيْـبُ الشُّكــُوْرُ.اَلَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِِكْ عَلَى مُحَمََّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيـْنَ يـَرْجُوْنَ تـِجَارَةً لـَنْ تـَبـُوْرَ .اَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَاللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ Jamaah shalat ied yang dimuliakan oleh Allah Marilah kita panjatkan segala puji bagi Allah yang telah mengumpulkan kita pagi ini dengan menyandang beribu-ribu nikmat, terutama sehat yang merupakan sayyidu na’imiddunya –nikmat dunia yang paling besar dan nikmat Islam yang merupakan sayyidu na’imil akhirah nikmat yang paling besar untuk akhirat. Setiap nikmat, menuntut kita untuk bersyukur, sedangkan makna syukur adalah tashrifun ni’mah ‘alaa muraadi mu’thiiha’, menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak Pemberinya. Maka insan yang bersyukur adalah yang mampu mengunakan nikmat Allah sesuai dengan apa yang telah digariskan syariat dan tidak menggunakan nikmat sebagai sarana untuk bermaksiat. Seberapa durhakanya seorang anak yang diberi sepatu oleh ayahnya, kemudian dipakainya sepatu tersebut untuk menempeleng ayahnya ? Tapi lebih durhaka lagi, orang yang diberi nikmat oleh Allah, namun dia pergunakan nikmat tersebut sebagai sarana bermaksiat kepada Allah. Harta untuk berfoya-foya di dalam dosa, sehatnya untuk maksiat, kekuatannya untuk menyokong kemungkaran. Begitulah, karena hak Allah untuk diagungkan lebih besar dan hak ayah untuk dihormati anaknya. Jama’ah shalat ‘ied yang berbahagia … Baru saja kita ‘mentas’ dari bulan penggembleng-an iman, bulan yang didalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.Bulan dibukanya pintu-pintu kebaikan dan disingkirkannya banyak rintangan iman.Bulan kemudahan untuk menjalankan segala bentuk ketaatan. Keberhasilan kita dibulan pengemble-ngan terlihat di bulan-bulan berikutnya. Namun, fenomena lunturnya iman selalu terulang di penghabisan Ramadhan. Masjid-masjid yang semula penuh sesak, kini kembali sepi.Bacaan Al-Qur’an tidak terdengar lagi, hingar bingar musik memekakkan telinga dan kemasiatan kembali merajalela.Inilah kondisi manusia selepas ramadhan. Peristiwa ini seakan merupakan rekaman ulang dari tahun-tahun yang telah lalu. Berakhirnya Ramadhan diiringi pula dengan rampungnya seluruh amalan. Awal syawal menjadi start untuk berpacu dalam maksiat, saat untuk menumpahkan gejolak nafsu yang tertahan selama sebulan. Bekas amal Ramadhan nyaris sirna tak tersisa. Sungguh, fenomena ini menunjukkan betapa cepat manusia berubah.Pagi hari, dihari terakhir Ramadhan, manusia masih nampak khusu’,dekat dengan ketaatan, dan tak berhasrat terhadap kemaksiatan. Namun sore harinya, berubah bagai serigala lapar yang lepas dari kandang. Pagi hari diawal syawal, mereka masih khusu’ dengan shalat ‘ied bersemangat meneriakkan takbir dan mengagungkan Allah. Namun sejurus kemudian, mereka meremehkan Allah dan mengundang murka-Nya dengan maksiat dan dosa. Masjid kosong sepi dari shalat jama’ah lantaran sibuk mondar-mandir kerumah tetangga, hiburan haram penuh sesak oleh manusia yang ingin melampiaskan syahwatnya. Begitu cepatnya pikiran manusia berubah … alangkah kilatnya keyakinan manusia berpidah… benarkan usia manusia semakin rentan dan telah dekat datangnya kiamat ? Hadits ini menjadi bukti kebenaran kabar dari Rasulullah SAW.tentang hal ini beliau bersabda : باَ دِرُوْا بــِاْلأَعْمَالِ فـِتـَنـًا كــَقـِطَعِ الَّيـْـــلِ الْمُظْلِمِ يـُصْـبِـحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنـًاوَيـُمْـــسِي كَافِرًا أَوْ يـُمْسِي مُؤْمِنــًا وَ يـُصْبــِحُ كَافِرًا يـَبـِيْـعُ دِيْنَهُ بـِعَرَضِ مـِنَ الدُّنــْيـَا ( رواه مسلم ) “ Bersegerah untuk beramal (karena akan ada) fitnah seperti gelapnya malam, yang mana seseorang beriman pada pagi harinya, namun dipetang harinya kafir. Dan pada sore harinya mukmin namun pada pagi harinya kafir, dia menjual agamanya dengan sedikit kepuasan dunia “ ( HR Muslim ) Imam Muhammad bin Abdurrahman Al-Mubarokfuri dalam kitabnya “ Tuhfatul Ahwazhi Bisyarhi Jami’at Tirmidzi “ berkata, Fitnah tersebut adalah fitnah yang besar dan ujian yang mengoncangkan, sedangkan maksud gelapnya malam adalah lantaran dahsatnya, gelapnya dan samarnya karena tidak jelas penyebabnya “ Maksud dari pagi dan sore dalam hadits tersebut adalah dari waktu ke waktu, tidak hanya terkhusus pada pada waktu pagi dan petang saja. Seakan hal itu merupakan kinayah (kiyasan) akan keadaan manusia yang labil, terombang ambing, mudah berbolak-balik pendapatnya, mudah janji dan ringan mengingkari, begitu mudah amanah berganti dengan khiyanat, makruf dengan yang mungkar dan mengganti iman dengan kekufuran hanya karena sedikit kenikmatan dunia. الله اكبر... الله اكبر... الله اكبر... Apa yang digambarkan Nabi Muhammad SAW tersebut begitu pas dengan zaman di mana kita hidup ini. Berapa banyak manusia yang dulunya di kenal sebagai orang yang saleh, ternyata ia berubah menjadi bejat, ada pula yang dikenal sebagai pejuang, akhirnya menjadi penjahat, dulunya pembela Islam, tiba-tiba berbalik memusuhi Islam, hanya karena secuil kue dunia. Fenomena gonjang-ganjingnya kondisi manusia tersebut telah lama kita tengarai, bahkan semakin nampak setiap kali memasuki bulan syawal, sehari setelah manusia menyelesaikan tugasnya di bulan barakah.Begitu mudahnya manusia berubah, dari ketaatan menuju kemaksiatan, dari pahala menuju dosa dan dari cahaya menuju kegelapan hanya karena bergantinya waktu, hari ataupun bulan. Pergantian bulan ternyata begitu mengejutkan manusia.Ada perubahan frontal, pergantian total dan kemerosotan yang total. Agar kita tidak masuk dalam daftar orang yang bersifat labil dan menjadi muslim musiman, sebelum jauh meninggalkan Ramadhan, ada baiknya kita mengenang kembali saat-saat indah bersama Ramadhan. Bulan yang melatih kesabaran, bulan taqwa, bulan mujahadah, bulan rahmat dan bulan maghfirah. Kita secara akrab dengan amal shalih, jauh dari dosa, kita sadar setelah tadinya lalai, bangun setelah tadinya terlelap dan seakan kita hadir setelah tadinya menghilang. Kini, hari-hari itu berlalu sudah, sirnalah satu marhalah dari kehidupan kita yang mustahil hadir pada kali kedua. Maka hendaknya kita melihat, buah apa yang telah kita petik sebagai alumnus madrasah imaniyah, bulan penggemblengan dan bulan ujian ini ? Benarkah ijazah taqwa dengan nilai baik telah kita sandang ? Jika benar hendaknya kita bersyukur kepada Allah, hendaknya kita memohon kepada Allah agar senantiasa diberi keteguhan dan istiqomah hingga ajal menjemput kita. Jangan sampai menimpa kita, perumpamaan orang yang menata bata demi bata hingga berujud bangunan indah dan megah, namun tiba-tiba ia sendiri yang merobohkannya. Atau laksana mengurai benang yang telah dipintalnya. Allah berfirman : وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ Artinya : “ Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benang yang sudah dia pintal dengan kuat lalu menjadi cerai berai kembali “ ( QS An-Nahl :92 ) Itulah perumpamaan orang yang telah bersusah payah membina jiwanya dengan amal shalih hingga merasakan nikmatnya taat dan manisnya munjat, tiba-tiba kembali ke lembah maksiat.Dia tinggalkan satu demi satu ketaatan-ketaatan yang telah dibangunnya selama ramadhan, hingga lenyap tak tersisa. Inilah gejala gagalnya Ramadhan. Karena buah yang buruk hanya dihasilkan oleh usaha yang buruk pula.Jika memang apa yang kita upayakan pada bulan Ramadhan adalah kebaikan, tentulah akan memetik panen kebaikan pula di bulan setelahnya. Seperti yang dikatakan sebagian salaf “ inna min jazaa’il hasanah al-hasanah ba’daha wa inna min uqubatis sayyi’ah as-syyi’atu ba’daha “, pahala bagi orang yang mengerjakan kebaikan adalah dia akan mengerjakan kebaikan setelahnya, dan balasan bagi orang yang melakukan keburukan adalah dia akan melakukan keburukan yang setelahnya. Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah, Hamba Allah yang baik adalah mereka yang terus menerus melakukan ketaatan kepada Allah, kokoh dalam menggenggam syari’atnya, lurus berjalan diatas dien-Nya, tidak tersendat ibadahnya lantaran bergantinya bulan demi bulan, dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu masa kemasa yang lain, tidak goyah dari seribu perubahan yang terjadi . Seorang salaf pernah ditanya tentang suatu kaum yang menggebu-gebu amalnya di bulan Ramadhan, namun jika telah berlalu Ramadhan, mereka kembali malas. Beliau menjawab “ seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja, sedangkan orang shalih adalah orang yang beribadah kepada Allah sepanjang tahun. Tidak ada istimewanya seseorang yang bangun disaat manusia yang lain juga bangun, rajin disaat yang lain juga bersemangat. Yang istimewa adalah seorang yang bisa bangun selagi yang lain terlelap, tetap sadar di saat yang lain terlena, dan tetap bermujahadah kendati yang lain melemah. Allah berfirman dalam Surah Hud ayat 112 فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ ِArtinya : “ Maka tetaplah (istiqomqh) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu “ Barang siapa memperhatikan syariat Islam, niscaya akan mendapatkan bahwa Nabi telah menunjukkan cara untuk melestarikan segala amal shalih yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan.Rasulullah telah memberikan teladan amalan-amalan sunnah yang dianjurkan untuk kita ikuti. Jika selama bulan Ramadeahan kita melaksanakan shiyam penuh selama satu bulan, maka di bulan syawalpun kita disunnahkan shaum selama enam hari. مَنْ صَامَ رَمـَضـَانَ ثــُمَّ أَتـْبَعَهُ سِتــًّا مِنْ شَـوََّالِ كَانَ كــَصِيَامِ الدَّهْرِ Artinya : “ Barang siapa yang shaum pada bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan shiyam enam hari di bulan syawal, maka ia seperti mengerjakan sahaum selama satu tahun “ Jika selama bulan Ramadhan kita melaksanakan sunnah Rasulullah Saw berupa shalat tarawih sebulan penuh, maka lebih utama lagi jika setiap malam kita membiasakan diri dengan qiyamullail, shalat tahajud untuk mengisi malam-malam kita. Inilah shalat sunnah yang paling utama, yang menjadi ciri dan kebiasaan calon penghuni Jannah sebagaimana yang Allah SWT ceritakan perihal ahli jannah : كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ “ Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam “ (QS Adza-Dzariyat ayat : 17) Juga firman-Nya : وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا “ Dan pada sebagian malam hari shalat tahjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji “ (QS Al-Israa’ ayat 79) Setelah disyariatkan bagi kita zakat fitrah di bulan Ramadahan, diwajibkan pula bagi kita untuk menunaikan zakat maal, zakat harta sebagai pembersih harta kita. Karena di dalamnya terdapat hak-hak orang lain. Lebih baik lagi jika kita membiasakan mengeluarkan shadaqah diluar Ramadhan. Tilawah Al-quran, tidak hanya disyariatkan di bulan Ramadhan belaka, sebagaimana rambu-rambu didalamnya tak hanya mrnuntun kita menapaki satu bulan saja, satu musim saja. Begitupun dengan amal ibadah yang lain, karena beribadah kepada Allah bukan pada bulan Ramadhan saja, namun seharusnya di luar bulan Ramadahanpun kita tetap beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, pada sa’at-sa’at sekarang ini ujian, cobaan dan bala’ tengah melanda Negara Indonesi yang dikenal “ subur makmur “ ini, maka hendaklah seluruh penduduknya dapat mengamalkan amaliyah Ramadahan dengan sungguh-sungguh demi meningkatkan keimanan, amal shaleh, melaksanakan amar ma’ruf (kebaikan) dan nahi munkar ( mencegah kemaksiatan dan kemunkaran ) serta senantiasa berdo’a agar Allah SWT memberikan jalan keluar dan membebaskan dari berbagai krisis dan kesulitan yang tengah kita hadapi sekarang ini. Akhirnya sebagai penutup Khutbah Idul Fitri 1433/2012 ini, marilah bersama-sama memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, : Ya Allah berilah kami kekuatan dan kemampuan untuk mewujudkan masyarakat, bangsa dan Negara kami berkekalan dan berkepanjangan untuk menjaga situasi kondusif, aman dan damai serta sejahtera dibawah perlindungan-MU;- Ya Allah dengan Ibadah Puasa Ramadhan sebulan yang lalu jadikanlah kami menjadi manusia yang benar-benar beriman dan bertaqwa, kepada-MU;- Ya Allah yang Maha pengampun ampunilah dosa dan kesalahan kami, dosa dan kesalahan ibu bapak kami dan tunjukkanlah kami semua ke jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridhoi;- Ya Allah, dengan rasa ikhlas dari lubuk hati yang paling dalam, kami memohon kehadirat-MU , semoga Engkau melindungi kami dari godaan dan ganguan manusia, syetan yang terkuntuk. dan bimbinglah kami semua kejalan yang lurus yang mendapat ampunan dan ridho-MU;- رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدَّ نْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآ خِرَ ةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَ ابَ النَّا ِر .والحمد لله رب العالمين . اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهَ اَكْبَرُ اَللهَ اَكْبرُ. اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْيرًا وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَئِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَ صِيْلاً لاَ اِ لَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَِللهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ اْلأَ عْـيَادَ بـاِِِِِِِِِِِِِِِِْلأَ فْرَاحِ وَالسُّرُوْرِوَضَاعَـفَ لِلْـمُـطِـعِــيْنَ جَزِيـْلَ اْلأُجُوْرِ.وَكــَمَلَ الضِّيـَافـَةَ فِى يـَوْمِ اْلـعـِيْدِ لـِعـُمُـوْمِ اْلـمـُؤْمـِنـِـيْنَ بــِسَـعْـيــِهِمُ اْلـمَشْكُوْرِ.فـَسُبْحَانَ مـَنْ حَرَّمَ صَوْمَهُ وَأَوْجَبَ فـِطْرَ هُ وََحَـذَّرَ فِـيـْهِ مِنَ اْلـغُرُوْر.أشْهَدُ اَنْ لاَ اِ لَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَه ُا العَـفُّـوُّ اْلغـَفُوْرُ.وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّـدَ ناَ مـُحَمدًا عَبْدُ هُ وَرَسُوْ لُهُ اْلـحَبِـيْـبُ الشُّكــُوْرُ.اَلَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِِكْ عَلَى مُحَمََّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيـْنَ يـَرْجُوْنَ تـِجَارَةً لـَنْ تـَبـُوْرَ .اَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَاللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ Jamaah shalat ied yang dimuliakan oleh Allah Marilah kita panjatkan segala puji bagi Allah yang telah mengumpulkan kita pagi ini dengan menyandang beribu-ribu nikmat, terutama sehat yang merupakan sayyidu na’imiddunya –nikmat dunia yang paling besar dan nikmat Islam yang merupakan sayyidu na’imil akhirah nikmat yang paling besar untuk akhirat. Setiap nikmat, menuntut kita untuk bersyukur, sedangkan makna syukur adalah tashrifun ni’mah ‘alaa muraadi mu’thiiha’, menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak Pemberinya. Maka insan yang bersyukur adalah yang mampu mengunakan nikmat Allah sesuai dengan apa yang telah digariskan syariat dan tidak menggunakan nikmat sebagai sarana untuk bermaksiat. Seberapa durhakanya seorang anak yang diberi sepatu oleh ayahnya, kemudian dipakainya sepatu tersebut untuk menempeleng ayahnya ? Tapi lebih durhaka lagi, orang yang diberi nikmat oleh Allah, namun dia pergunakan nikmat tersebut sebagai sarana bermaksiat kepada Allah. Harta untuk berfoya-foya di dalam dosa, sehatnya untuk maksiat, kekuatannya untuk menyokong kemungkaran. Begitulah, karena hak Allah untuk diagungkan lebih besar dan hak ayah untuk dihormati anaknya. Jama’ah shalat ‘ied yang berbahagia … Baru saja kita ‘mentas’ dari bulan penggembleng-an iman, bulan yang didalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.Bulan dibukanya pintu-pintu kebaikan dan disingkirkannya banyak rintangan iman.Bulan kemudahan untuk menjalankan segala bentuk ketaatan. Keberhasilan kita dibulan pengemble-ngan terlihat di bulan-bulan berikutnya. Namun, fenomena lunturnya iman selalu terulang di penghabisan Ramadhan. Masjid-masjid yang semula penuh sesak, kini kembali sepi.Bacaan Al-Qur’an tidak terdengar lagi, hingar bingar musik memekakkan telinga dan kemasiatan kembali merajalela.Inilah kondisi manusia selepas ramadhan. Peristiwa ini seakan merupakan rekaman ulang dari tahun-tahun yang telah lalu. Berakhirnya Ramadhan diiringi pula dengan rampungnya seluruh amalan. Awal syawal menjadi start untuk berpacu dalam maksiat, saat untuk menumpahkan gejolak nafsu yang tertahan selama sebulan. Bekas amal Ramadhan nyaris sirna tak tersisa. Sungguh, fenomena ini menunjukkan betapa cepat manusia berubah.Pagi hari, dihari terakhir Ramadhan, manusia masih nampak khusu’,dekat dengan ketaatan, dan tak berhasrat terhadap kemaksiatan. Namun sore harinya, berubah bagai serigala lapar yang lepas dari kandang. Pagi hari diawal syawal, mereka masih khusu’ dengan shalat ‘ied bersemangat meneriakkan takbir dan mengagungkan Allah. Namun sejurus kemudian, mereka meremehkan Allah dan mengundang murka-Nya dengan maksiat dan dosa. Masjid kosong sepi dari shalat jama’ah lantaran sibuk mondar-mandir kerumah tetangga, hiburan haram penuh sesak oleh manusia yang ingin melampiaskan syahwatnya. Begitu cepatnya pikiran manusia berubah … alangkah kilatnya keyakinan manusia berpidah… benarkan usia manusia semakin rentan dan telah dekat datangnya kiamat ? Hadits ini menjadi bukti kebenaran kabar dari Rasulullah SAW.tentang hal ini beliau bersabda : باَ دِرُوْا بــِاْلأَعْمَالِ فـِتـَنـًا كــَقـِطَعِ الَّيـْـــلِ الْمُظْلِمِ يـُصْـبِـحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنـًاوَيـُمْـــسِي كَافِرًا أَوْ يـُمْسِي مُؤْمِنــًا وَ يـُصْبــِحُ كَافِرًا يـَبـِيْـعُ دِيْنَهُ بـِعَرَضِ مـِنَ الدُّنــْيـَا ( رواه مسلم ) “ Bersegerah untuk beramal (karena akan ada) fitnah seperti gelapnya malam, yang mana seseorang beriman pada pagi harinya, namun dipetang harinya kafir. Dan pada sore harinya mukmin namun pada pagi harinya kafir, dia menjual agamanya dengan sedikit kepuasan dunia “ ( HR Muslim ) Imam Muhammad bin Abdurrahman Al-Mubarokfuri dalam kitabnya “ Tuhfatul Ahwazhi Bisyarhi Jami’at Tirmidzi “ berkata, Fitnah tersebut adalah fitnah yang besar dan ujian yang mengoncangkan, sedangkan maksud gelapnya malam adalah lantaran dahsatnya, gelapnya dan samarnya karena tidak jelas penyebabnya “ Maksud dari pagi dan sore dalam hadits tersebut adalah dari waktu ke waktu, tidak hanya terkhusus pada pada waktu pagi dan petang saja. Seakan hal itu merupakan kinayah (kiyasan) akan keadaan manusia yang labil, terombang ambing, mudah berbolak-balik pendapatnya, mudah janji dan ringan mengingkari, begitu mudah amanah berganti dengan khiyanat, makruf dengan yang mungkar dan mengganti iman dengan kekufuran hanya karena sedikit kenikmatan dunia. الله اكبر... الله اكبر... الله اكبر... Apa yang digambarkan Nabi Muhammad SAW tersebut begitu pas dengan zaman di mana kita hidup ini. Berapa banyak manusia yang dulunya di kenal sebagai orang yang saleh, ternyata ia berubah menjadi bejat, ada pula yang dikenal sebagai pejuang, akhirnya menjadi penjahat, dulunya pembela Islam, tiba-tiba berbalik memusuhi Islam, hanya karena secuil kue dunia. Fenomena gonjang-ganjingnya kondisi manusia tersebut telah lama kita tengarai, bahkan semakin nampak setiap kali memasuki bulan syawal, sehari setelah manusia menyelesaikan tugasnya di bulan barakah.Begitu mudahnya manusia berubah, dari ketaatan menuju kemaksiatan, dari pahala menuju dosa dan dari cahaya menuju kegelapan hanya karena bergantinya waktu, hari ataupun bulan. Pergantian bulan ternyata begitu mengejutkan manusia.Ada perubahan frontal, pergantian total dan kemerosotan yang total. Agar kita tidak masuk dalam daftar orang yang bersifat labil dan menjadi muslim musiman, sebelum jauh meninggalkan Ramadhan, ada baiknya kita mengenang kembali saat-saat indah bersama Ramadhan. Bulan yang melatih kesabaran, bulan taqwa, bulan mujahadah, bulan rahmat dan bulan maghfirah. Kita secara akrab dengan amal shalih, jauh dari dosa, kita sadar setelah tadinya lalai, bangun setelah tadinya terlelap dan seakan kita hadir setelah tadinya menghilang. Kini, hari-hari itu berlalu sudah, sirnalah satu marhalah dari kehidupan kita yang mustahil hadir pada kali kedua. Maka hendaknya kita melihat, buah apa yang telah kita petik sebagai alumnus madrasah imaniyah, bulan penggemblengan dan bulan ujian ini ? Benarkah ijazah taqwa dengan nilai baik telah kita sandang ? Jika benar hendaknya kita bersyukur kepada Allah, hendaknya kita memohon kepada Allah agar senantiasa diberi keteguhan dan istiqomah hingga ajal menjemput kita. Jangan sampai menimpa kita, perumpamaan orang yang menata bata demi bata hingga berujud bangunan indah dan megah, namun tiba-tiba ia sendiri yang merobohkannya. Atau laksana mengurai benang yang telah dipintalnya. Allah berfirman : وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ Artinya : “ Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benang yang sudah dia pintal dengan kuat lalu menjadi cerai berai kembali “ ( QS An-Nahl :92 ) Itulah perumpamaan orang yang telah bersusah payah membina jiwanya dengan amal shalih hingga merasakan nikmatnya taat dan manisnya munjat, tiba-tiba kembali ke lembah maksiat.Dia tinggalkan satu demi satu ketaatan-ketaatan yang telah dibangunnya selama ramadhan, hingga lenyap tak tersisa. Inilah gejala gagalnya Ramadhan. Karena buah yang buruk hanya dihasilkan oleh usaha yang buruk pula.Jika memang apa yang kita upayakan pada bulan Ramadhan adalah kebaikan, tentulah akan memetik panen kebaikan pula di bulan setelahnya. Seperti yang dikatakan sebagian salaf “ inna min jazaa’il hasanah al-hasanah ba’daha wa inna min uqubatis sayyi’ah as-syyi’atu ba’daha “, pahala bagi orang yang mengerjakan kebaikan adalah dia akan mengerjakan kebaikan setelahnya, dan balasan bagi orang yang melakukan keburukan adalah dia akan melakukan keburukan yang setelahnya. Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah, Hamba Allah yang baik adalah mereka yang terus menerus melakukan ketaatan kepada Allah, kokoh dalam menggenggam syari’atnya, lurus berjalan diatas dien-Nya, tidak tersendat ibadahnya lantaran bergantinya bulan demi bulan, dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu masa kemasa yang lain, tidak goyah dari seribu perubahan yang terjadi . Seorang salaf pernah ditanya tentang suatu kaum yang menggebu-gebu amalnya di bulan Ramadhan, namun jika telah berlalu Ramadhan, mereka kembali malas. Beliau menjawab “ seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja, sedangkan orang shalih adalah orang yang beribadah kepada Allah sepanjang tahun. Tidak ada istimewanya seseorang yang bangun disaat manusia yang lain juga bangun, rajin disaat yang lain juga bersemangat. Yang istimewa adalah seorang yang bisa bangun selagi yang lain terlelap, tetap sadar di saat yang lain terlena, dan tetap bermujahadah kendati yang lain melemah. Allah berfirman dalam Surah Hud ayat 112 فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ ِArtinya : “ Maka tetaplah (istiqomqh) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu “ Barang siapa memperhatikan syariat Islam, niscaya akan mendapatkan bahwa Nabi telah menunjukkan cara untuk melestarikan segala amal shalih yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan.Rasulullah telah memberikan teladan amalan-amalan sunnah yang dianjurkan untuk kita ikuti. Jika selama bulan Ramadeahan kita melaksanakan shiyam penuh selama satu bulan, maka di bulan syawalpun kita disunnahkan shaum selama enam hari. مَنْ صَامَ رَمـَضـَانَ ثــُمَّ أَتـْبَعَهُ سِتــًّا مِنْ شَـوََّالِ كَانَ كــَصِيَامِ الدَّهْرِ Artinya : “ Barang siapa yang shaum pada bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan shiyam enam hari di bulan syawal, maka ia seperti mengerjakan sahaum selama satu tahun “ Jika selama bulan Ramadhan kita melaksanakan sunnah Rasulullah Saw berupa shalat tarawih sebulan penuh, maka lebih utama lagi jika setiap malam kita membiasakan diri dengan qiyamullail, shalat tahajud untuk mengisi malam-malam kita. Inilah shalat sunnah yang paling utama, yang menjadi ciri dan kebiasaan calon penghuni Jannah sebagaimana yang Allah SWT ceritakan perihal ahli jannah : كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ “ Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam “ (QS Adza-Dzariyat ayat : 17) Juga firman-Nya : وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا “ Dan pada sebagian malam hari shalat tahjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji “ (QS Al-Israa’ ayat 79) Setelah disyariatkan bagi kita zakat fitrah di bulan Ramadahan, diwajibkan pula bagi kita untuk menunaikan zakat maal, zakat harta sebagai pembersih harta kita. Karena di dalamnya terdapat hak-hak orang lain. Lebih baik lagi jika kita membiasakan mengeluarkan shadaqah diluar Ramadhan. Tilawah Al-quran, tidak hanya disyariatkan di bulan Ramadhan belaka, sebagaimana rambu-rambu didalamnya tak hanya mrnuntun kita menapaki satu bulan saja, satu musim saja. Begitupun dengan amal ibadah yang lain, karena beribadah kepada Allah bukan pada bulan Ramadhan saja, namun seharusnya di luar bulan Ramadahanpun kita tetap beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, pada sa’at-sa’at sekarang ini ujian, cobaan dan bala’ tengah melanda Negara Indonesi yang dikenal “ subur makmur “ ini, maka hendaklah seluruh penduduknya dapat mengamalkan amaliyah Ramadahan dengan sungguh-sungguh demi meningkatkan keimanan, amal shaleh, melaksanakan amar ma’ruf (kebaikan) dan nahi munkar ( mencegah kemaksiatan dan kemunkaran ) serta senantiasa berdo’a agar Allah SWT memberikan jalan keluar dan membebaskan dari berbagai krisis dan kesulitan yang tengah kita hadapi sekarang ini. Akhirnya sebagai penutup Khutbah Idul Fitri 1433/2012 ini, marilah bersama-sama memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, : Ya Allah berilah kami kekuatan dan kemampuan untuk mewujudkan masyarakat, bangsa dan Negara kami berkekalan dan berkepanjangan untuk menjaga situasi kondusif, aman dan damai serta sejahtera dibawah perlindungan-MU;- Ya Allah dengan Ibadah Puasa Ramadhan sebulan yang lalu jadikanlah kami menjadi manusia yang benar-benar beriman dan bertaqwa, kepada-MU;- Ya Allah yang Maha pengampun ampunilah dosa dan kesalahan kami, dosa dan kesalahan ibu bapak kami dan tunjukkanlah kami semua ke jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridhoi;- Ya Allah, dengan rasa ikhlas dari lubuk hati yang paling dalam, kami memohon kehadirat-MU , semoga Engkau melindungi kami dari godaan dan ganguan manusia, syetan yang terkuntuk. dan bimbinglah kami semua kejalan yang lurus yang mendapat ampunan dan ridho-MU;- رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدَّ نْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآ خِرَ ةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَ ابَ النَّا ِر .والحمد لله رب العالمين .