CARI

HOME

Senin, 30 Agustus 2010

Sehat jasmani dan rohani dengan puasa

SEHAT JASMANI DAN ROHANI DENGAN PUASA
Oleh: Drs.M.Munzir, M H I

Kita semua sudah memaklumi bahwa tujuan ‎Allah menciptakan kita semua, manusia ‎adalah untuk beribadah kepadaNya, bukan ‎karena Allah diuntungkan dengan ibadah ‎tersebut. Dia Mahakaya, tidak memerlukan ‎apa pun dari kita meskipun itu ibadah dan ‎ketaatan, akan tetapi kewajiban ibadah ‎tersebut adalah demi kemaslahatan dan ‎kebaikan diri kita sendiri. Kitalah sebenarnya ‎yang memerlukannya, karena jika tidak, maka ‎apa yang membedakan kita dengan hewan? ‎Ini harus diyakini oleh setiap Muslim, karena ‎dengan keyakinan yang demikian, dia akan ‎terlecut untuk taat dan beribadah, karena dia ‎sendirilah yang akan menikmati buahnya hari ‎ini atau esok. ‎
Ini juga berarti bahwa tidak ada ibadah apa ‎pun yang diperin-tahkan atau dianjurkan oleh ‎Allah kecuali ia menyimpan kebaikan-kebaikan ‎dan kemaslahatan-kemaslahatan. Ini pasti, ‎baik kemaslahatan tersebut bersifat murni ‎maupun bersifat dominan. Hal ini kita ketahui ‎karena peletak syariat tidak hanya sekali atau ‎dua kali menjelaskannya, baik secara global ‎ataupun detail ditambah daya pikir dan nalar ‎yang merupakan kemampuan kita sebagai ‎manusia, kalaupun misalnya peletak syariat ‎tidak menjelaskan sementara daya pikir dan ‎nalar kita tidak mampu menangkap, tidak ‎berarti bahwa ia kosong dari kemaslahatan ‎sama sekali, ia tetap mengandung ‎kemaslahatan, hanya saja daya pikir dan nalar ‎kita terbatas untuk dapat menangkapnya, ‎karena dasar kita sebagai manusia memang ‎penuh dengan keterbatasan.

Salah satu ibadah yang sarat dengan kebaikan ‎dan kemasla-hatan adalah shaum (puasa). ‎Kemaslahatan puasa ini tidak terbatas pada ‎tempat dan waktu, ia menembus segala ‎masa. Karenanya, hikmah Allah menuntut ‎diberlakukannya puasa kepada semua umat, ‎umat ini dan umat-umat sebelumnya. Firman ‎Allah Ta’ala : ‎

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ ‏تَتَّقُونَ ‏
‎"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan ‎atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ‎atas orang-orang sebelum kamu agar kamu ‎bertakwa." (Al-Baqarah: 183). ‎
Ya, ketakwaan yang merupakan target dari ‎puasa adalah induk dari segala bentuk ‎kebaikan. Pertanyaannya, kebaikan-kebaikan ‎apakah yang mungkin diraih dengan puasa di ‎mana targetnya adalah takwa?

Pertama : Keikhlasan ‎
Puasa mendidik keikhlasan, kebersihan, dan ‎ketulusan niat beribadah. Ini sangat penting, ‎karena ia merupakan salah satu syarat ‎diterimanya ibadah oleh Allah Ta'ala . Karena ‎puasa adalah menahan, meninggalkan, dan ‎tidak melakukan sesuatu, maka salah satu ‎cirinya adalah kerahasiaan. Kita tidak ‎mengetahui, si ini puasa atau tidak, kalau ‎yang bersangkutan tidak berbicara. Ibadah ‎rahasia lebih dekat kepada keikhlasan, oleh ‎karena itu dalam hadits qudsi Allah berfirman ‎‎: ‎

يَـتْـْر ُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ. اَلصِّيَامُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. ‏
‎"Dia meninggalkan makannya, minumnya, ‎dan nafsunya demi Aku. Puasa itu untukKu ‎dan Aku yang akan membalasnya." (HR. al-‎Bukhari dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih ‎al-Bukhari, no. 871).

Kedua : Muraqabah ‎
Puasa mendidik sikap merasa diawasi dan ‎dilihat oleh Allah. Karena puasa bersifat ‎rahasia, maka mungkin saja seseorang ‎menyendiri di tempat sepi lalu dia makan atau ‎minum tanpa seorang pun mengawasi dan ‎mengetahui, akan tetapi hal itu tidak ‎dilakukannya, karena puasa mendidiknya ‎bahwa Allah mengawasi dan melihatnya. Dari ‎sinilah, maka satu hadits Nabi berkata : ‎

اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ ‏
‎"Puasa itu adalah perisai." (HR. al-Bukhari dan ‎Muslim,). ‎
Perisai dari dosa-dosa, karena apabila terbetik ‎suatu dosa di benak pelaku puasa, maka dia ‎menyadari bahwa dia berpuasa dan ada yang ‎mengawasi. Inilah derajat ihsan seperti yang ‎dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi ‎Wasallam ketika menjawab pertanyaan Jibril : ‎

أَنْ تَعْبُدَ الله كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. ‏
‎"Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah ‎kamu melihatNya, kalaupun kamu tidak ‎melihatNya, maka sesungguhnya Dia ‎melihatmu." (HR. al-Bukhari dan Muslim). ‎
Kenyataan membuktikan bahwa kuantitas ‎dosa dan kemaksiatan menurun tajam di ‎masa puasa, hal ini tidak lain karena dampak ‎positif dari puasa.


Ketiga : Kesabaran ‎
Puasa mendidik kesabaran dan menahan diri. ‎Sesuatu yang disukai oleh jiwa untuk ‎dihindari, maka hal itu cukup memberatkan, ‎walaupun untuk sementara waktu, akan tetapi ‎demi tujuannya yang mulia, hal itu kita ‎lakukan. Dengan meninggalkan perkara-‎perkara yang pada dasarnya dibolehkan, kita ‎dididik meninggalkan perkara-perkara yang ‎tidak dibolehkan, maka beruntunglah pelaku ‎puasa yang memahami hal ini dan ‎merealisasikannya dalam hidupnya, sehingga ‎puasanya tidak seperti yang dikatakan oleh ‎Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam : ‎

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ‏
‎"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan ‎perbuatan dusta, maka Allah tidak ‎membutuhkan puasanya dari makan dan ‎minum." (HR. al-Bukhari ) ‎
Puasa memiliki pengaruh besar dalam ‎mengontrol emosi sese-orang, seperti yang ‎sudah kita sadari bersama, bahwa emosi yang ‎tidak terkontrol, sering menjadi biang ‎persoalan yang menyulitkan, maka dari itu ‎Nabi menganjurkan pelaku puasa agar tidak ‎meladeni orang yang mencela dan ‎mencacinya. Sabda Nabi Sallallahu 'Alahi ‎Wasallam : ‎
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ، أَوْ قَاتَلَهُ ‏فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ ‏
‎"Apabila di hari salah seorang kalian ‎berpuasa, maka janganlah dia berkata kotor ‎dan gaduh, jika ada orang yang mencacinya ‎atau menyerangnya, maka hendaknya dia ‎berkata, 'Aku sedang berpuasa." (HR. al-‎Bukhari dan Muslim) ‎
Puasa juga memiliki pengaruh yang luar biasa ‎dalam mengontrol nafsu seseorang, oleh ‎karena itu Nabi menyarankan para pemuda ‎yang belum mampu menikah untuk berpuasa, ‎supaya tidak diperbudak oleh nafsu yang ‎menjerumuskannya ke dalam perkara haram. ‎
‎"Suatu ketika kami bersama Nabi Sallallahu ‎‎'Alahi Wasallam lalu beliau bersabda : “Wahai ‎para pemuda, barangsiapa di antara kalian ‎telah mampu, maka hendaknya dia menikah, ‎karena sesungguhnya menikah itu lebih ‎menundukkan pandangan dan lebih menjaga ‎kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, ‎maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa ‎merupakan perisai baginya “. (HR. al-Bukhari ‎dan Muslim.)

Keempat : Kedermawanan ‎
Puasa mengajarkan kedermawanan. Rasa ‎lapar dan haus mengingatkan pelaku puasa ‎terhadap saudara-saudaranya yang selalu ‎lapar, karena memang tidak mempunyai apa ‎yang cukup untuk dimakan. Dalam kondisi ‎tersebut, apabila dia mempunyai kelebihan ‎rizki, niscaya dia akan menyalurkannya ‎kepada yang membutuhkan. Di sinilah muncul ‎empati sosial terhadap penderitaan lapar yang ‎dirasakan sebagian orang lalu diikuti dengan ‎tindakan nyata. Inilah salah satu bentuk ‎keteladanan yang ditunjukkan oleh Rasulullah ‎Sallallahu 'Alahi Wasallam ‎
Dari Ibnu Abbas radiyallahu 'anhu, ia berkata ‎‎: ‎
كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا ‏يَكُوْنُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ ‏رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم حِيْنَ ‏يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ ‏
‎"Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam adalah ‎orang yang paling dermawan, dan beliau lebih ‎dermawan di Bulan Ramadhan pada saat Jibril ‎menemui beliau, Jibril menemui Nabi setiap ‎malam pada Bulan Ramadhan lalu ‎membacakan al-Qur`an kepada beliau. Ketika ‎ditemui Jibril, Rasulullah Sallallahu 'Alahi ‎Wasallam benar-benar lebih dermawan dalam ‎kebaikan daripada angin yang berhembus'." ‎‎(HR. Al-Bukhari Mukhtashar Shahih al-‎Bukhari, no. 6)

Selain puasa mendidik empat perkara di atas ‎kepada pelakunya, ia juga memberikan ‎kebahagiaan kepadanya, tidak tanggung-‎tanggung kebahagiaan ini diraih pada saat di ‎mana ia benar-benar dibutuhkan. ‎
Pertama : Kebahagiaan terhadap puasa ‎sebagai kaffarat (pelebur) dosa-dosa. Hal ini ‎seperti dalam kaffarat zhihar, membunuh ‎karena salah, melanggar sumpah, begitu pula ‎dalam haji; haji tamattu' atau qiran yang ‎tidak mampu menyembelih hadyu, dia ‎berpuasa, muhrim (orang yang sedang ‎berihram) yang membunuh binatang buruan ‎atau mencukur rambut sebelum waktunya, ‎salah satu kaffaratnya adalah puasa. ‎
Dosa menyebabkan kecemasan dan ketakutan ‎karena akibatnya yang buruk, manakala ‎disediakan peleburnya, berarti kecemasan ‎tersebut akan teratasi, pelakunya pun tenang ‎dan berbahagia, sama halnya dengan ‎peminum racun yang membahayakan, ketika ‎penawarnya ditemukan, dia akan senang ‎sekali. Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam ‎bersabda : ‎

فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ ‏وَالصَّدَقَةُ. ‏
‎"Fitnah (pelanggaran) seseorang kepada ‎keluarga, harta, anak, dan tetangganya ‎dilebur dengan shalat, puasa dan sedekah." ‎‎(HR. al-Bukhari al-Bukhari, no. 310). ‎
Kedua : Kebahagiaan terhadap puasa sebagai ‎pemberi syafa'at. Ini terjadi di Hari Kiamat di ‎mana segala hubungan di antara manusia ‎terputus, tidak ada bantuan dan pertolongan, ‎padahal ia sangat dibutuhkan. Dalam kondisi ‎tersebut, puasa hadir sebagai pemberi ‎syafa'at. Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam ‎bersabda : ‎

اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتتُهُ ‏الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ. وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ ‏فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ. ‏
‎"Puasa dan al-Qur`an akan memberi syafa'at ‎kepada seorang hamba pada Hari Kiamat. ‎Puasa berkata, 'Ya Rabbi, aku telah ‎menghalanginya dari makan dan syahwatnya ‎di siang hari, maka izinkan aku memberi ‎syafa'at kepadanya.' Al-Qur`an berkata, 'Aku ‎telah menghalanginya dari tidur di malam ‎hari, maka izinkan aku memberi syafa'at ‎kepadanya”. (HR. Ahmad no. ") ‎
Ketiga : Kebahagiaan di saat berbuka, lebih ‎dari itu adalah kebahagiaan terhadap puasa ‎yang dengannya seorang Muslim bertemu ‎Allah. Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam ‎bersabda : ‎
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْـَرحُهُمَا، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ. ‏
‎"Orang yang berpuasa mempunyai dua ‎kebahagiaan yang dinikmatinya. Apabila dia ‎berbuka puasa dia berbahagia dan apabila dia ‎bertemu Rabb-nya, dia berbahagia dengan ‎puasanya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim.) ‎
Keempat : Kebahagiaan terhadap puasa ‎sebagai pengantar ke Surga dan pelindung ‎dari Neraka. Lebih dari itu disediakan pintu ‎khusus di Surga yang bernama Rayyan, hanya ‎orang-orang yang berpuasalah yang dipanggil ‎darinya. ‎