CARI

HOME

Sabtu, 23 Januari 2010

Khutbah Jumat

BERKARYA UNTUK BANGSA

ان الحمد لله نحمده و نستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور انفسنا وسيئآت اعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له واشهد ان لا اله اللا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله اللهم صل على نبينا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين يايها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وانتم مسلمون يايها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء و اتقوا الله الذي تساءلون به والأرحم ان الله كان عليكم رقيبا
ياايها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم اعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما
أما بعد فان اصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدى النبي صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها فان كل محدثات بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
.
Ma’a syiral muslimin rahimakumullah,
Salah satu arti dan makna kehidupan seseorang adalah “apa yang dapat ia berikan kepada orang lain”, dan bagaimana agar pemberian itu bernilai ikhlas sehingga menjadi amal shaleh yang akan diterima di sisi Allah SWT.

Ajaran Islam sangatlah mensuport kepada kaum muslimin dan memberinya apresiasi yang tinggi kepada setiap muslim yang benar-benar beriman dan membuktikan imannya dalam bentuk kerja nyata yang bermanfaat untuk kemaslahatan ummat manusia.
Maka hampir pasti setiap ada kalimat iman didalam Al-Qur’an senantiasa di gandeng dengan kalimat amal shaleh. Karena dengan iman dan amal shaleh itulah derajat dan kemulyaan manusia akan dapat diperolehnya, yaitu derajat Muttaqin.

Sungguh begitu berat untuk mencapai derajat muttaqin tersebut sehingga predikat muttaqin ibarat “Tropi ” yang senantiasa diperebutkan oleh setiap muslim. Adalah hak seluruh kaum muslimin dari suku apapun dan dari bangsa manapun untuk memperolehnya.
Inilah bukti bahwa Islam itu benar-benar rahmatan lil `alamin, rahmat bagi seluruh alam semesta, maka adanya pluralitas atau keragaman dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa adalah sebagai sebuah realita untuk membuktikan dan mengaplikasikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, risalah Islam datang dari Allah di sampaikan kepada seluruh ummat manusia melalui tugas suci para Nabi dan Rasul-Nya, sedang Nabi Muhammad di suruh menyampaikan risalah ini pada seluruh ummat manusia , masyarakat yang pluralis yang terdiri dari berbagai suku dan bangsa.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٢٨)
“Dan Kami tidaklah mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk seluruh manusia dengan membawa berita gembira dan peringatan, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” Saba:28

Hadirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah.
Untuk mendapatkan nilai “taqwa” maka sangatlah di tentukan oleh kualitas dan produktifitas amal, kualitas itu tentu mencakup makna keikhlasan dan keteladanan kepada Rasulullah saw, serta manfaat dari amal perbuatannya bagi diri dan orang lain. Karenanya Allah SWT memberikan prestasi manusia atas keberhasilannya dengan dasar kualitas kerjanya, bukan semata-mata kuantitasnya.

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١)الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (٢)

“Maha suci Allah yang di tangan-Nya seluruh kerajaan dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Allah yang telah menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa diantara kamu yang paling baik kualitas amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” Al-Muluk :1-2

Demikian pula Rasulullah saw menjelaskan bahwa orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat keberadaannya untuk orang lain.

رَسُولَ اللَّهِ , أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ وَأَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا , وَمَنَ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ , وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ مَلأَ اللَّهُ قَلْبَهُ رَجَاءً يَوْمَ الْقِيَامَةِ .

“Rasulullah saw ditanya tentang siapa orang yang paling dicintai Allah? dan perbuatan-perbuatan apa yang paling dicintai Allah? Nabi saw menjawab : “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain, dan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah ; memasukkan kegembiraan pada seorang muslim, menghilangkan kesusahannya, melunasi hutangnya, mengusir kelaparannya, bersama menyelesaikan sebuah hajat saudaraku muslim lebih aku sukai dari pada sebulan ber i’tikaf di masjid Nabawi, siapa orang yang dapat mengendalikan amarahnya maka Allah akan menutupi keburukannya, siapa yang mampu meledakkan emosi namun ia mampu mengendalikan emosinya, maka Allah akan memenuhi harapan hatinya di hari kiamat dan orang yang bersamanya.”

Kalau surat Al Muluk di atas menekankan pada kualitas dengan spirit fertikal, sedangkan hadist Nabi menjelaskan kuantitasnya dengan spirit horisontal, artinya kualitas amal perbuatan yang diinginkan oleh Allah adalah amal perbuatan yang bermanfaat bagi seluruh ummat manusia. Jadi semakin banyak manfaat yang diperoleh orang lain atas karya kita, atas amal kita, maka semakin besar pula kebaikan dan makna kesalihan amal kita di mata Allah SWT. Oleh karenanya di manapun kita beramal jadikan niat amal itu sebagai ibadah kita kepada Allah, karena sesunguhnya dimana kita hidup maka di situlah tempat pengabdian kita kepada-Nya, di situ pula Allah memberi amanah dan tanggung jawab kepada kita. Sebagai anak bangsa Indonesia yang lahir dan di besarkan di negeri ini mari kita buktikan kecintaan kita dengan beramal dan berkarya untuk kemaslahatan diri kita, keluarga, masyarakat bangsa dan Negara kita.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥)

“Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. At-Taubah:105

Hadirin Jama’ah shalat jum’at rahimakumullah.
Ajaran Islam menganjurkan kepada kita untuk bekerja dalam semua skill dan lapangan dimana saja, apapun kedudukan kita. Prinsipnya selama pekerjaan itu halal, bermanfaat dan tidak membawa madharat bagi kehidupan, maka kesemuanya memungkinkan untuk menjadi amal shaleh.

Jadi di manapun kita bekerja apapun profesinya di situlah kita beramal shaleh, di situlah berda’wah dan di situ pula beribadah, karena sesungguhnya di manapun kita berada, di situlah bumi Allah SWT. Dan sah-sah saja melalui profesi apapun yang telah kita pilih, di situlah kita senantiasa berusaha untuk meraih pahala sebesar-besarnya serta keridhoan dari Allah SWT. sesuai dengan janji Allah yang akan menilai dan memberi pahala sekecil apapun amal kita.

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (١٣٢)

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang dia kerjakan” Al-An’am:132

Hadirin jama’ah shalat jum’at rahimakumullah
Sudah cukup lama kemerdekaan negeri ini kita peroleh, namun cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur nyatanya belum terwujud sampai sekarang, bahkan salah satu agenda di era reformasi untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme sampai hari ini masih menjadi agenda bangsa yang tak kunjung terselesaikan.
Maka sangatlah ironis jika kita hanya gencar mengkritik pemerintah sementara kita hanya duduk berpangku tangan tidak mengerjakan apapun, dan tidak memberi solusi ataupun pemecahannya, bahkan bisa jadi ternyata kita adalah bagian dari problema itu sendiri.

Sungguh berat tanggung jawab kita ketika kita mengatakan “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam” sementara realita ummatnya senantiasa terpuruk dan tertinggal dari bangsa bangsa lain.

وَقُلْ لِلَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنَّا عَامِلُونَ (١٢١)وَانْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ (١٢٢)

“Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman: “berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya kami-pun berbuat pula. Dan tunggulah (akibat perbuatanmu ) sesungguhnya kami-pun menunggu pula.” Hud:121-122

Demikianlah ajaran Islam mendorong semangat kepada ummatnya untuk kompetisi di tengah-tengah ummat yang lain untuk bekerja keras meraih prestasi, kemajuan dan kemenangan dalam kehidupannya.

jika kita umat Islam tidak menunjukkan kerja dan prestasinya, maka bersiap-siaplah kita untuk menjadi budak orang atau bangsa lain didalam negeri sendiri, karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mau merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.

Semoga kita tidak menjadi “ayam yang mati diatas lumbung” akan tetapi jadilah “gajah yang mati meninggalkan gading”, di negeri tercinta ini

barakallah....

Tidak ada komentar: